Senin, 10 Oktober 2011

Berilah Pancing Bukan Sekadar Ikan

Kini hanya satu gerbang aktif untuk masuk ke lokasi Panti Karya Hephata (Hephata) yang terletak di tengah-tengah perkampungan Sintong Marnipi. Seperti biasa, sekitar dua setengah tahun yang lalu masih akrab didengar sorak-sorai kegembiraan dari penghuni panti ketika terlihat datang perlahan-lahan mobil yang bukan berasal dari dalam panti (alias tamu/pengunjung) menuju pekarangan panti. Terdengar pula teriakan kecil dan keras menunjukkan kesenangan dari anak-anak: ”ro tamu, ro tamu, ro tamu (tamu datang, tamu datang, tamu datang)”, begitulah anak-anak sambil tersenyum, tertawa dan tidak sedikit pula yang loncat-loncat kegirangan dan sebahagian mulailah merapat mendekati yang masih di dalam mobil. Entah bagaimana persisnya perasaan saudara-saudari/ para orangtua yang datang itu? kelihatan memang ada yang begitu senang begitu dihampiri anak-anak Hephata, namun tidak sedikit pula yang menjadi takut (khususnya golongan anak-anak dan remaja). Waktu pun berlalu bersama-sama dengan persekutuan dengan saudara-saudari kita di panti, mulai dari hanya berbincang-bincang sejenak sampai kepada berkumpul di tempat ibadah. Berkumpul, inilah saat yang paling indah untuk siapapun (berkoinonia) juga sekaligus bermarturia dan berdiakonia.

Acara ramah-tamah tersebut masing-masing membawa makna tersendiri bagi tamu yang datang dan juga bagi penghuni panti. Dengan rasa senang dan sangat terbuka anak-anak pun sering mendapat sesuatu yang dapat dibawa pulang ke rumah (ke kamar masing-masing), bisa saja makanan ringan, pakaian ataupun uang.

Suatu ketika, panti pun kehadiran tamu dan anak-anak pun menunjukkan kegembiraannya sambil bersorak-sorai sampai kepada berkumpul bersama. Suatu waktu sang tamu datanga hanya ingin tahu apa yang menjadi program Hephata dan kemudian mohon untuk didoakan oleh anak panti kemudian sayonara... Anak-anak yang biasanya pulang dengan senyuman, kali ini pulang dengan tangan hampa. Tidak dapat disembunyikan rasa kekecewaan itu disana-sini yang dikarenakan sudah biasa menerima, dan itu terjadi berulang-ulang. Apa yang akan terjadi? Demikian bagi sebahagian penghuni.

Topik mengenai ”berilah pancing bukan ikan dan bantu penyediaan kolam pancingnya  pada edisi ini dengan sengaja dipilih untuk bapak, ibu dan saudara/i sekalian pemerhati Hephata. Ungkapan sekaligus menjadi program panti inipun tidak sedikit menuai kritikan tak langsung dari klien panti yang dibina. Sepertinya ada tersembunyi kekejaman dalam program itu untuk pihak yang merasa tidak dikenyangkan ketika sang tamu pulang dan tidak membawa apa-apa. Akan tetapi mari melihat jauh ke masa depan saudara-saudara yang ada di panti ini, dengan menetapkan program bahwa Hephata sebagai tempat untuk merehabilitasi (fisik, mental dan spiritual), tempat menerima pendidikan (SLB A,B,C,D), tempat menerima training keterampilan (skill) untuk mewujudkan pemandirian, di mana hidup mandiri adalah hak dari setiap anak (bangsa). Seandainya panti ini hanya menjadi tempat untuk penampungan lalu memberi makan, minum dan pakaian saja, maka pupuslah kreativitas dan inspirasi mereka. Jadilah mereka seperti orang-orang yang tidak memiliki jati diri dan harga sedikit pun.

Manusia disebut manusia ketika dia dapat memakai pikiran (otak) logikanya dan hatinya sekuat tenaga (dari seluruh kemampuannya) untuk berbuat sesuatu yang sangat berharga. Dan itulah yang terjadi dan dapat dilihat sekarang ini di Hephata. Ada beberapa pelatihan (keterampilan tangan, jahit-menjahit, beternak dan bertani). Ini dilakukan setelah anak mendapat pelatihan yang ekstra dalam hal kemandirian bina diri (dapat mandi bersih, berpakaian rapi, makan dengan baik dan mencuci pakaian, merapikan kamar, disiplin, dsb.) sendiri setiap hari walaupun untuk sebahagian anak sangat sulit untuk tuntas.

Pelatihan itu pun diteruskan kepada para staf-staf panti agar semua staf dapat semakin diperlengkapi dengan ilmu-ilmu dan kecakapan-kecakapan yang khusus, seperti ilmu Fisiotherapy, management panti, okupasi therapy, ketunanetraan, tuna daksa, tuna grahita dan double handycap.

Bukan ingin menyatakan bahwa membawa makanan atau uang untuk dibagikan itu tidak bermakna tapi akan lebih bermakna ketika dapat disinergiskan dengan berbagai ide dan berdampak sangat besar di hidup masa depan para diffabel yang layani di Hephata. Pancing adalah simbol dari alat yang diiringi oleh usaha, kesabaran, keuletan, seni dan pengharapan untuk mencapai tujuan. Namun demikian perlu juga dipersiapkan kolam yaitu “peluang pendistribusian hasil karya” agar pancing itu berguna dan tujuan yang ingin dicapai dapat diperoleh, yaitu ikan yang berkecukupan.

Bersyukur ketika para tamu yang akan datang lebih dahulu menghubungi, sehingga Hephata bisa mengkonsultasikan apa yang dibutuhkan di panti maupun kegiatan pelayanan lainnya. Dengan demikian para tamu yang akan datang bisa memberikan yang memang kebutuhan dari pelayanan Hephata sehingga lebih tepat guna. Tuhan yang menggerakkan hati dan memberkati kehidupan para pemerhati Hephata, sehingga dapat menjadi saluran berkat bagi Hephata, yang dampaknya Hephata juga dapat menjadi saluran berkat bagi segala makhluk demi kemuliaan nama Tuhan.

Dituliskan oleh: Pdt. Osten JH. Matondang, STh
Pimpinan Panti Karya Hephata

Minggu, 02 Oktober 2011

FANTASTIC DIFFABEL Menaklukkan Dunia Fantasi

Aroma keramaian yang berbeda menjulang di sekujur khayalan fantasi diffabel Hephata. Hebatnya aroma itu mengajak  mengelilingi setiap tapak jalan yang sedikit lebih mulus daripada kerikil imut di Hephata. Kami (Pandi Silaban, Weldrin Situmeang, Haposan Lumbangaol, Rumi Purba, Hartono Simatupang), sang musisi diffabel bersama dengan pejuang-pejuang tangguh Hephata Pdt. Osten Matondang dan Binsar Nababan, serta para sahabat hati kami, Kel. St. S. Manik br. Siahaan dan Ny. St. H. Nababan br. Siburian, berbagi kegirangan, keraguan, keterkejutan dan keceriaan, bersama segudang keindahan wahana Dunia Fantasi, yang mencengangkan.

Kaki melangkah ringan namun ragu dengan jalan yang dipijakinya, hendak kemana sang tuan membawa.  Orang bilang berfantasi adalah suatu lapangan bola yang luas tempat kita mengelilinginya dengan berbagai kawanan angan-angan lucu dan haru, yang bahkan hari bisa lupa akan dirinya sendiri. Tak terkecuali kami sang fantastic diffabel. Lapangan bola fantasi kami diisi tak dengan rerumputan ataupun dedak untuk mengenyangkan ternak lagi, tak juga diisi dengan sekat kokoh sang ijuk yang mungkin juga sudah merindukan lagi. Tapi lapangan hijau itu hendak menuliskan syair dengan nada-nada gubahan hati kami tentang nikmatnya bersyukur dan mesranya Tuhan mengasihi kami.

Waktu yang berdentang tegas namun bermakna lembut mengajak bermain yang biasanya tak lazim dilakukan di Hephata, mengingat Hephata tidak mungkin menyediakan wahana bermain karena anak Autis bisa ”membungkus dan menyimpannya”  di rumahnya untuk bermain sendiri.

Dunia fantasi yang namanya megah di telinga kami itu pun menyambut kehadiran kami dengan wajah bertanya, ”siapa tamu baruku ini?”. Pijakan kaki kami menjawab sombong, ”bersiaplah untuk kami taklukkan!”.

Fantasi pun dimulai. Sahabat angin bernama Bianglala kami kunjungi. Perkenalan pertama ini kami lakukan dengan meraba empuk tipuannya supaya setidaknya dia tidak macam-macam dengan sang diffabel kebanggaan Hephata ini. Dengan kokoh Bianglala mengangkat kami dan memutar-mutar dengan harapan kami turut bermain dengan sahabatnya, sang angin. Dengan keberanian yg memusingkan kepala kami menyapa angin yang sudah tertawa duluan menghembuskan aroma bersahabatnya kepada kami. Tenang diffabel tangguh, terpaan angin boleh memutar-mutar dan memusingkan, tapi dia tidak akan mencampakkan buatan tangan Sang Anugerah ini.

Saat turun, semacam perahu kebanggaan Nuh memanggil kami. ”tidak hanya Bianglala yang bisa mengayun-ayun kalian sobat... berkenankah mengarungi lautan fantasimu denganku Kora-kora, si perahu cantik ini?”. Sedikit tergelitik, ”namamu sangat aneh,” kata kami. Sang Kora-kora dengan bangga menyuguhkan ayunan hebatnya hingga 90°. Serasa mengarungi lautan angan-angan dengan kepala tegak layaknya mawar putih hephata yang menegakkan mahkotanya menyambut fajar. ”Kora-kora...kau memang hebat!”.

Bukannya mendung apalagi hujan tapi kenapa halilintar seperti datang menyambar ya??? Hmmm ternyata kereta kecepatan tinggi ini tak salah membanggakan namanya yang pergerakannya mengalahkan kedipan mata dan ketajaman kecuramannya mengalahkan tatapan mata puncak gunung yang melambung di langit kebebasan. Ketika ia berbicara, aku tak punya kesempatan memotongnya. Sedikit ada rasa khawatir ketika sang Halilintar menantang adrenalin memacu. Siapa menyangka tangguhnya sang Halilintar berlari cepat, ternyata mampu dikalahkan oleh kepolosan dan ketulusan hati bersahabat oleh Hartono Simatupang yang tak bosan mengajak halilintar berlari 2x mengejar impian kanak-kanaknya yang menghampar luas di lapangan rerumputan Hephata yang senantiasa menemani silih berganti.

Hari siang semakin gencar membakar setiap kegetiran akibat fantasi-fantasi yang seolah takut tak terjawabkan. Tuan Hysteria mengajak kami duduk di beranda sederhananya namun masih menyimpan pertanyaan atas tubuh tingginya. Kami dipersilahkan duduk dengan ramahnya layaknya tamu kehormatan kerajaan wahana sejuta kejutan. ”Naeng marhua na ma on ate”, Pandi Silaban harap-harap cemas menantikan kejutan sang tuan Hysteria. Gemuruh suara apa itu tuan yang hampir memekakan telinga? Marahkah engkau saat kami bingung dalam risau kami yang membuat jantung ini tak menentu berdetaknya? Suara tuan Hysteria mulai berteriak menandakan kejutan akan segera dimulai. Hysteria melemparkan kami hingga ketinggian 50M dan kemudian dengan seketika juga menjatuhkan kami kembali hingga 30M ke bawah. ”Ampuuunn tuaann...sudah di ketinggian mana jantungku tertinggal?,” seru Pandi Silaban yang tak mampu berdiri menahan keterkejutan jantung yang hanya semata wayang itu! Ahhh tuan...kau begitu bersemangat menjamu kami. Tapi terimakasih, karena baru menyadari bahwa setiap tamu kehormatanmu kau perkenankan menikmati tingginya angan-angan akan suatu pengharapan dan tetap bersiap ketika tanpa disadari juga diuji mengalami penurunan, namun tetap digenggam oleh balutan pengaman-pengamanmu. Sehingga walaupun kami turun, tapi kami tidak akan terjatuh. Manusia memang belajar dari Penciptanya. Tak ada hal yang selalu tinggi karena dia juga harus merasakan turun supaya dia boleh bersyukur karena pernah tinggi. Dan dia juga harus merasakan tinggi supaya dia juga bersyukur kokoh walaupun pernah turun. Hysteria’ku lengkap sudah!

Hei, ada apa dengan Tornado? Dia hanya melihat dengan sendu. ”Aku hanya tak mampu melayani kalian dengan kondisi yang tak sempurna”, wahana Tornado menyesal karena masih dalam proses perbaikan. Sebenarnya kami juga khawatir kalau seandainya sang Tornado benar-benar sempurna melayani kehadiran kami. Dalam lubuk hati terdalam terpanjat doa agar tidak memenuhi wahana ini, walaupun tak tega dengan sang Tornado yang ditakuti harus berjuang untuk kesempurnaannya selanjutnya. Tornado mengajarkan, ”dalam hidup tidak perlu takut sebelum mencoba, karena kau hanya akan kurang berhasil dibandingkan sama sekali tidak mencoba yang membuatmu menjadi pecundang bagi kekejaman yang sebenarnya bisa diruntuhkan menjadi kearifan”. Maafkan kami tornado...

Rancangan Kebenaran adalah rancangan damai sejahtera. Mengakhiri luapan sorak-sorai fantasi yang dengan bebas terbang melayang, kecantikan istana boneka mengingatkan istana boneka asrama Johanes Hephata, tempatnya sang boneka-boneka lucu beriang ria laksana kupu-kupu kecil berkejar-kejaran di pertamanan yang indah. Display boneka dan musik khas dari setiap suku Indonesia dan juga negara-negara dunia ditengah perairan kehidupan yang beragam, menjadikan kami serasa menghirup kerinduan akan Hephata yang juga perairan diffabel yang berenang bersama riakan air kehidupan bersama diiringi opera musik hati yang bersyukur. Mengunjungi setiap daerah Indonesia bahkan setiap negara dan merasakan tarian sambutan boneka-boneka lucu menghilangkan kegundahan kala perbedaan itu sering dikambinghitamkan pembawa masalah. Ketika bulan berbeda dengan matahari, mereka justru saling bergantian melengkapi. Ketika air tak pernah menyatu dengan minyak, penyulingannya justru berdaya manfaat. Ketika keragaman jenis diffabel dirasakan berat untuk ditangani, keragaman itu justru melemahkan keraguan dan memuaskan dahaga kerinduan orang percaya akan besarnya kuasa Sang Kebenaran.

Fantasi berakhir dilapangan luas yang tetap menghijau dan menanti untuk bermain lagi dengan senyuman yang tak putus-putusnya mempersiapkan segudang cerita dan sukacita untuk dibagi bersama cinta kami di Hephata.

Dituliskan oleh: Rosnila Nellawaty Sihombing, STh
Koordinator Bina Karya Panti Karya Hephata

17an Euy!!!!

Tujuh belas Agustus tahun ‘45
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka!!!

Di tengah kesibukan team musik Panti Karya Hephata penjemaatan ke Jakarta, Keluarga besar Panti Karya Hephata yang tetap tinggal di Hephata ternyata tidak kalah sibuk loh!!!! Tetap semangat menjalani tugas bahkan juga bersiap untuk menyusun acara sederhana untuk merayakan HUT RI ke-66. Beberapa perlombaan diadakan pada tanggal lahir bangsa Indonesia itu, melibatkan pegawai dan keluarga dan pastinya seluruh anak-anak (klien) Panti Karya Hephata. berbagai rangkaian perlombaan dilaksanakan ketika itu.

Serangkaian perlombaan untuk memeriahkan hari itu ternyata mendapat perhatian dan respon yang baik dari keluarga besar panti Karya Hephata, meskipun awalnya hujan turun, namun semangat tidak surut untuk merayakan acara itu. Semua berjalan dengan baik bahkan membuahkan canda dan tawa di tengah keluarga besar Panti Karya Hephata. Kegiatan yang diadakan mungkin adalah kegiatan yang biasa diperlombakan di berbagai daerah ketika merayakan HUT RI. Tetapi hal yang mengundang gelak tawa adalah ketika akan dimulainya futsal dan panjat pinang, setiap pemain (yang semuanya adalah laki-laki) harus menggunakan daster alias pakaian cewek dan rok.

Beberapa pegawai selesai menggantung kerupuk-kerupuk yang siap untuk dimakan, setelah hitungan ketiga klien-pun memulai untuk melahap abis kerupuk yang digantung di hadapan mereka, sampai waktu habis keluarlah pemenang dari keluarga Sitorus, tiga kakak beradik yang lincah dan aktif; Jeriko Sitorus, Anto Sitorus dan Hernita Sitorus berhasil mengalahkan teman-temannya untuk melahap kerupuk yang bergantungan.

Dengan berbekal persediaan logistik, sumbangan dari para donateur Panti Karya Hephata, itulah yang dimanfaatkan menjadi hadiah bagi para pemenang dari setiap permainan. Meskipun hadiah yang diberikan sederhana namun tidak mengurangi rasa syukur bagi setiap pemenang, mereka menerima hadiah dengan kegembiraan dan senyuman apalagi mereka juga difoto, jadi sedikit berpose deh…hehehe…

Dingin-dingin begini enaknya makan apa ya??? Apalagi semua pada ngumpuuuuuulll……pasti seru deh…..Yuuuuuuuup, panitia ternyata tidak habis ide loh!!! Mereka juga mempersiapkan makan mie bersama. Setelah seluruh kegiatan dilaksanakan, semua berkumpul di lapangan SDLB PK. Hephata HKBP, untuk menikmati mie goreng, teh manis panas dan susu panasssssssssss.

Seru, menyenangkan meskipun hanya acara sederhana. Kebersamaan yang tercipta adalah hal yang paling penting dari setiap kegiatan. Ditengah aktifitas sehari-hari yang dijalankan di Panti Karya Hepahata, dibutuhkan juga kesegaran yang dapat di diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang menghibur, seperti kegiatan 17-an ini. Selain mendampingi klien dalam hal  bina diri dan bina karya, klien juga diajak untuk menikmati kebersaman dan keceriaan bersama. Tetap semangat Melayani Tuhan!!!!! Merdeka!!!!!!!!

Dituliskan oleh: Renny Juwita Simanjuntak, STh
 (Koordinator Asrama Puteri dan Sie. Kerohanian Panti Karya Hephata)