Sabtu, 05 November 2011

Sampai Bertemu Lagi Barita "Beita" br. Ritonga


 "Bolo-bolo" demikianlah sapaan seorang Barita br. Ritonga kepada setiap orang yang dia temui. entah apa maksud dari ucapan itu, tapi yang pasti hal itu dia ucapkan dengan tulus dengan senyum yang terlihat indah menghiasi wajahnya.

Lahir di Sibiobio (8 jam perjalanan dengan kaki dari Sipiongot, Tapanuli Selatan -karena kendaraan tidak dapat masuk ke daerahnya dan belum ada jaringan telephone masuk daerah tersebut sampai saat blog ini ditulis) pada tanggal 20 Juli 1945 seorang Beita belum diketahui lahir dalam keadaan diffabel. Hal ini masih berupa asumsi, dikarenakan ada informasi sebelum masuk Panti Karya Hephata, Beita sempat diasuh di Panti Asuhan Elim, Pematang Siantar. Setelah beberapa lama tanda-tanda diffabilitas Beita mulai terlihat, maka dari itu pada tanggal 01 Januari 1973 Beita diantar ke Panti Karya Hephata oleh Diakoni Sosial.

Banyak hal yang dialami oleh Beita di Panti Karya Hephata, entah dia dapat merasakan langsung atau tidak dikarenakan retardasi mentalnya, namun satu hal yang pasti dia selalu tersenyum kepada setiap orang kemudian menyapanya dengan "bolo-bolo" sambil menganggukkan kepalanya seperti sebuah ajakan kepada yang disapanya untuk tersenyum bersama.

Beberapa waktu terakhir ini, dia tinggal bersama rekan-rekan diffabelnya dalam satu asrama yaitu: Kellys br. Simanjuntak (rungu-wicara yang saat ini menjadi calon staf Panti Karya Hephata sekaligus pendampingnya di asrama tersebut), Pindaria br. Sinaga (daksa yang sampai saat ini hanya bisa menghabiskan aktivitasnya dengan terbaring di tempat tidurnya), Rugun br. Panjaitan (mental), Henny br. Panjaitan (netra) dan Samsia br. Silalahi (netra).

Setiap harinya Beita menjalankan aktivitas sehari-harinya sama seperti rekan-rekan lainnya. Salah satu hal yang unik adalah setiap lonceng makan berbunyi, dia bersama Rugun berjalan perlahan bersama menuju ruang makan dengan membawa sebuah rantang makanan. Bagi sebagian orang mungkin itu hal yang biasa, namun rantang makanan itu adalah sarana bagi dia untuk berbagi kasih dengan sahabatnya Pindaria yang memang hanya bisa terbaring dan diantar makanan olehnya. Kalau kita melintas di hadapannya ketika menuju ruang makan, pasti Beita akan tersenyum kepada kita lalu mengucapkan "bolo-bolo" kemudian mengarahkan tangannya ke mulut sambil menganggukkan kepalanya seperti sebuah ajakan "mari makan bersama sahabatku".

Sekarang ini semua hal tentang Beita akan menjadi kenangan indah bagi setiap orang yang pernah mengenalnya. Tuhan lebih mengasihinya dan ingin merangkulnya dengan penuh kasih. Tepat pada tanggal 05 November 2011 sebelum lonceng makan siang berbunyi, Beita seperti merasakan kesakitan pada tubuhnya, saat dia minum tiba-tiba dengan sedikit berteriak, Beita menghembuskan nafas terakhirnya. Antara percaya dan tidak percaya semua orang di Panti Karya Hephata, baik staf maupun klien, segera memeriksa keberadaan terakhir Beita. Nadi di tangan dan di lehernya sudah tidak ada tanda-tanda, nafasnya sudah tidak berhembus dan jantungnya benar-benar berhenti berdetak. Beita telah pergi menuju Bapanya di Surga.

Pindaria yang tidak bisa bergerak untuk melihatnya hanya bisa sedikit menjerit dan menangis karena sahabatnya telah pergi mendahuluinya. Namun kami semua yakin bahwa Tuhan Sang Sumber Kehidupan telah merangkulnya dengan erat dan penuh kasih, hal ini terlihat dari senyum manis yang masih terpancar dari wajahnya dan tidak pernah pudar sekalipun jiwanya telah bergerak menuju Sang Penciptanya.

"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan", mungkin kalimat inilah yang terucap di dalam hati Beita ketika dia menghembuskan nafas terakhirnya. Hal ini dikarenakan; senyum yang terpancar di wajahnya mampu menyejukkan hati setiap orang yang melihatnya, sapaannya merupakan semangat baru bagi setiap orang yang disapanya, dan kasihnya kepada para sahabatnya juga kepada semua orang menjadi bukti bahwa dia ingin menjadi pengikut Kristus yang setia sampai akhir sekalipun tidak mampu dia utarakan melalui ucapannya.

"Bolo-bolo" itu juga yang mungkin diucapkan Sang Bapa ketika Beita menghembuskan nafas terakhirnya, dengan maksud "terimakasih anak-Ku tugasmu telah selesai di dunia ini, mari datanglah kepada-Ku agar dapat kupeluk erat karena Aku sungguh bangga dan sangat mengasihimu lebih dari siapapun juga yang pernah mengenalmu".

Sebagai orang yang beriman pun kami yakin ketika Pintu Gerbang Surga terbuka, Beita mengintip perlahan dan muncul ke hadapan kita kemudian dengan mengangguk-angguk sambil memberikan senyum terindahnya dia berkata "Bolo-bolo, selamat datang sahabatku, mari masuk karena Sang Bapa ingin kita bersama dengan-Nya dalam Perjamuan Kasih di rumah-Nya yang kudus".

"Bolo-bolo" kami sungguh mengasihimu Beita namun ternyata Tuhan lebih mengasihimu. Sampai bertemu lagi Barita "Beita" br. Ritonga.