Selasa, 26 Juni 2012

Cinta Akan Tuhan Terwujud dalam Cinta kepada Diffabel

Pilihan cinta kasih mendahulukan kaum diffabel. Hal ini berakar daripada Allah sendiri. Pilihan Allah dalam mendahulukan kaum  diffabel adalah salah satu perwujudan Kerajaan Allah di dunia ini. Secara biblis  dikatakan bahwa marginalisasi merupakan skandal yang tidak sesuai dengan martabat manusia dan bertentangan dengan  kehendak Allah.  Realitas dari diffabel adalah kematian, terjerat dalam situasi yang malang, tanpa pilihan selain pasrah pada “nasib” yang ada. Kaum yang terlupakan dengan segala permasalahan-permasalahannya.


Lilis Rajagukguk (netra)
Juara Harapan 1 Vokal Solo Se-Provinsi Sumatera Utara
Allah tidak menginginkan manusia hidup di dalam marginalisasi dan penderitaan, sebab pada awalnya Allah menciptakan dunia ini sungguh amat baik (Kej. 1:25). Dalam Yohanes 9:1-3 dikatakan: “waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-muridNya bertanya kepadaNya, Rabi siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta? Jawab Yesus; Bukan dia dan bukan juga orang tuanya tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.”. Alkitab menggambarkan tentang keberpihakan Allah terhadap kaum yang termarginal termasuk para diffabel, bahwa karya Allah terjadi dalam sejarah manusia. “Pilihan mendahulukan kaum yang terpinggirkan merupakan opsi Theosentris menunjukkan bahwa dengan datangnya Kerajaan Allah, maka terjadilah perubahan dan transformasi.

Kerajaan Allah merupakan tema yang sentral dari proklamasi yang dibawa oleh Yesus (Mrk. 1:15; 9;1; Mat. 11:12;Luk. 10:11; Luk. 11:2). Sikap serupa yang Yesus lakukan ialah Ia merendahkan diri-Nya di kayu salib dihukum mati, untuk kepentingan persamaan derajat dan kasih antar manusia, karena Ia menghayati hidupnya dalam perspektif  kasih yang berpihak pada kaum miskin dan orang yang disisihkan dalam sebuah masyarakat. Tentu saja pilihan Yesus terhadap gaya hidup miskin bukan karena kemiskinan (material) itu ideal, tetapi demi solidaritas dengan kaum miskin dan demi pembebasan manusia. Kematian Yesus di kayu salib juga merupakan konsekuensi perjuangan-Nya demi keadilan, demi proklamasi Kerajaan Allah dan solidaritas dengan semua.

Fakta ini merupakan tantangan bagi diffabel untuk menjadi subjek dalam sejarahnya, agar mereka menemukan realitas kehidupan yang sesungguhnya bahwa Allah berpihak pada mereka dalam mendatangkan damai sejahtera. Kerajaan Allah menjadi tujuan orang beriman kristiani sekaligus anugerah dan tuntutan. Anugerah kasih Allah tak terpisahkan dari tuntutan atas perjuangan manusia. Anugerah keselamatan mengimplikasikan usaha manusia. Oleh karena itu para diffabel akan mencetak sejarah jika ada orang yang dengan sungguh bersedia hidup dan berjuang bersama mereka.

Mendahulukan para diffabel tidak berarti menyingkirkan golongan lain tetapi mengundang semua orang terlibat dalam gerak bersama kaum diffabel untuk membangun masyarakat yang adil dan bersaudara. Diperlukanlah suatu sikap hormat terhadap perspektif hidup orang diffabel dan bukan memaksa mereka mengikuti kategori-kategori di luar dari mereka. Dengan demikian, setiap orang tidak lagi hanya cenderung memberi belas kasihan pada para diffabel pada waktu-waktu tertentu tanpa terlibat dan melibatkan kehidupan diffabel itu sendiri dalam berbagai bentuk dan cara dengan berkesinambungan. Oleh karena itu perjumpaan dengan Yesus merupakan perjumpaan perubahan hidup untuk dapat mewujudkan impian PK Hephata yaitu  “HIDUP DEMI KRISTUS BAGI SEMUA”.

CPdt. Jetty Samosir, STh
Unit Kesehatan dan Gizi Anak Hephata