![]() |
Lilis Rajagukguk (netra) Juara Harapan 1 Vokal Solo Se-Provinsi Sumatera Utara |
Allah
tidak menginginkan manusia hidup di dalam marginalisasi
dan penderitaan, sebab pada awalnya Allah
menciptakan dunia ini sungguh amat baik (Kej. 1:25). Dalam Yohanes 9:1-3
dikatakan: “waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak
lahirnya. Murid-muridNya bertanya kepadaNya, Rabi siapakah yang berbuat dosa,
orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta? Jawab Yesus;
Bukan dia dan bukan juga orang tuanya tetapi
karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.”. Alkitab menggambarkan tentang keberpihakan Allah terhadap
kaum yang termarginal termasuk para diffabel, bahwa karya Allah terjadi
dalam sejarah manusia. “Pilihan
mendahulukan kaum yang terpinggirkan”
merupakan opsi Theosentris menunjukkan bahwa dengan datangnya Kerajaan Allah,
maka terjadilah perubahan dan transformasi.
Kerajaan Allah merupakan tema yang sentral dari proklamasi yang
dibawa oleh Yesus (Mrk. 1:15; 9;1; Mat. 11:12;Luk. 10:11; Luk. 11:2). Sikap serupa
yang Yesus lakukan ialah Ia merendahkan diri-Nya di kayu salib dihukum mati,
untuk kepentingan persamaan derajat dan kasih antar manusia, karena Ia
menghayati hidupnya dalam perspektif
kasih yang berpihak pada kaum miskin dan orang yang disisihkan dalam
sebuah masyarakat. Tentu
saja pilihan Yesus terhadap gaya hidup miskin bukan karena kemiskinan
(material) itu ideal, tetapi demi solidaritas dengan kaum miskin dan demi
pembebasan manusia. Kematian Yesus di kayu salib juga merupakan konsekuensi
perjuangan-Nya demi keadilan, demi proklamasi Kerajaan Allah dan solidaritas
dengan semua.
Fakta ini merupakan
tantangan bagi diffabel untuk menjadi subjek dalam sejarahnya, agar mereka
menemukan realitas kehidupan yang sesungguhnya bahwa Allah berpihak pada mereka
dalam mendatangkan damai sejahtera. Kerajaan
Allah menjadi tujuan orang beriman kristiani sekaligus anugerah dan tuntutan.
Anugerah kasih Allah tak terpisahkan dari tuntutan atas perjuangan manusia.
Anugerah keselamatan mengimplikasikan usaha manusia. Oleh karena itu para diffabel
akan mencetak sejarah jika ada orang yang dengan sungguh bersedia hidup dan
berjuang bersama mereka.
Mendahulukan para diffabel tidak berarti
menyingkirkan golongan lain tetapi mengundang semua orang terlibat dalam gerak
bersama kaum diffabel untuk membangun masyarakat yang adil dan bersaudara.
Diperlukanlah suatu sikap hormat terhadap perspektif hidup orang diffabel dan bukan memaksa mereka mengikuti kategori-kategori di luar dari mereka. Dengan demikian, setiap orang
tidak lagi hanya cenderung memberi belas kasihan pada para diffabel pada
waktu-waktu tertentu tanpa terlibat dan melibatkan kehidupan diffabel itu
sendiri dalam berbagai bentuk dan cara dengan berkesinambungan. Oleh karena itu perjumpaan dengan Yesus
merupakan perjumpaan perubahan hidup untuk dapat mewujudkan impian PK Hephata
yaitu “HIDUP DEMI KRISTUS BAGI SEMUA”.
CPdt. Jetty Samosir, STh
Unit Kesehatan dan Gizi Anak Hephata