PEMBUATAN KOMPOS DARI OLAHAN ECENG
GONDOK
“Saat memasuki era pembangunan pada tahun 70-an,
dalam upaya mengenjot produksi yang berlipat ganda sesuai dengan ideologi
pembangunan yang menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Maka berbagai upaya
dilakukan dengan segala cara termasuk mengeksploitasi, mengeruk sumber daya
dari perut bumi. Demikian dalam upaya meningkatkan produksi di bidang
pertanian, perkebunan, perikanan, segala upaya juga dilakukan. Di bidang
pertanian diperkenalkan pemakaian pupuk pestisida kimiawi untuk membasmi hama
serta membantu pertumbuhan tanaman. Sepuluh
tahun pertama hasilnya memang sangat nyata dimana produksi tanaman mulai
melimpah. Kebutuhan pangan dalam negeri dinyatakan sangat cukup, bahkan Indonesia
menerima penghargaan Internasional sebagai negara bebas kelaparan dan memiliki
ketahanan pangan yang menakjubkan. Namun, bersamaan dengan pertumbuhan
tersebut, di awal tahun 80-an juga sudah mulai dirasakan dampak negatifnya.
Berbagai kajian mulai menunjukkan bahwa eksploitasi alam dengan menggunakan
segala cara yang bersifat teknologi canggih dan mengandung unsur kimiawi banyak
menuai masalah pengrusakan terhadap lingkungan khususnya pada tanah…” demikian
pemaparan Pdt Reinjustin Gultom dalam bukunya yang berjudul “KOMPOS (Tehnik
& Cara Membuat Kompos dari Sumber Daya Lokal)”.
Saat tanah merintih karena
tercemar oleh banyaknya pemakaian pupuk pestisida, Panti Karya Hephata turut
ambil bagian mengurangi rintihan tersebut. Hephata berusaha mempraktekkan pola
pertanian yang selaras dengan alam. Salah satu caranya adalah mengurangi
(menghilangkan) penggunaan pupuk pestisida dan menggantikannya dengan pupuk
kompos. Disamping dapat mengurangi kerusakan tanah, tanaman yang dirawat dengan
penggunaan kompos terbukti lebih bersahabat dengan kesehatan manusia. Ada
banyak sumber daya alam yang dapat dijadikan pupuk kompos. Kali ini, pada 11
Juli 2012 Hephata mempraktekkan pembuatan kompos dari olahan eceng gondok.
Kegiatan ini dilakukan atas kerjasama dengan alumni Yayasan Soposurung dan
mahasiswa serta dosen dari Pendidikan Diakones Balige. Pimpinan biro
Pengembangan Masyarakat (Pengmasy) HKBP, Pdt. Reinjustin Gultom menjadi pembina
dalam kegiatan ini.
Eceng gondok adalah gulma yang hidup di air dangkal
dengan perkembangbiakan yang sangat pesat. Ada beberapa dampak negatif yang
akan terjadi bila eceng gondok dibiarkan begitu saja, yakni: menurunkan jumlah
cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga menyebabkan penurunan tingkat
kelarutan oksigen di dalam air; tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan
turun ke dasar perairan sehingga mempercepat proses pendangkalan, meningkatkan
habitat bagi vektor penyakit pada manusia, menurunkan nilai estetika lingkungan
perairan, dsb. Pembuatan kompos dari eceng gondok ini akan sangat bermanfaat
bagi pertanian di samping sebagai usaha untuk menghindari dampak negatif
sebagaimana diuraikan di atas.
Saat ini Hephata berusaha meningkatkan sektor
pertanian, dengan harapan bahwa sektor ini dapat menjadi tempat pembinaan karya
kepada klien. Tentu saja setiap klien di Hephata memiliki minat dan kecintaan
yang beragam. Dalam hal inilah Hephata bertanggungjawab menolong mereka untuk
berkembang di bidang yang masing-masing mereka cintai dan minati. Beberapa
di antara mereka memiliki minat terhadap bidang pertanian, yakni Juventus
Simatupang dan Anto Silalahi. Merekalah yang dilibatkan dalam pembinaan karya
pertanian, termasuk dalam pembelajaran pembuatan kompos dari olahan eceng
gondok ini. Saat ini hasil dari pembelajaran pertama telah dapat
digunakan untuk menyuburkan lahan tanah pertanian Hephata. Proses pembuatan
kompos dari olahan eceng gondok ini akan menjadi agenda tetap Hephata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar