Senin, 12 November 2012


PEMBUATAN KOMPOS DARI OLAHAN ECENG GONDOK

“Saat memasuki era pembangunan pada tahun 70-an, dalam upaya mengenjot produksi yang berlipat ganda sesuai dengan ideologi pembangunan yang menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Maka berbagai upaya dilakukan dengan segala cara termasuk mengeksploitasi, mengeruk sumber daya dari perut bumi. Demikian dalam upaya meningkatkan produksi di bidang pertanian, perkebunan, perikanan, segala upaya juga dilakukan. Di bidang pertanian diperkenalkan pemakaian pupuk pestisida kimiawi untuk membasmi hama serta membantu pertumbuhan tanaman. Sepuluh tahun pertama hasilnya memang sangat nyata dimana produksi tanaman mulai melimpah. Kebutuhan pangan dalam negeri dinyatakan sangat cukup, bahkan Indonesia menerima penghargaan Internasional sebagai negara bebas kelaparan dan memiliki ketahanan pangan yang menakjubkan. Namun, bersamaan dengan pertumbuhan tersebut, di awal tahun 80-an juga sudah mulai dirasakan dampak negatifnya. Berbagai kajian mulai menunjukkan bahwa eksploitasi alam dengan menggunakan segala cara yang bersifat teknologi canggih dan mengandung unsur kimiawi banyak menuai masalah pengrusakan terhadap lingkungan khususnya pada tanah…” demikian pemaparan Pdt Reinjustin Gultom dalam bukunya yang berjudul “KOMPOS (Tehnik & Cara Membuat Kompos dari Sumber Daya Lokal)”.

Saat tanah merintih karena tercemar oleh banyaknya pemakaian pupuk pestisida, Panti Karya Hephata turut ambil bagian mengurangi rintihan tersebut. Hephata berusaha mempraktekkan pola pertanian yang selaras dengan alam. Salah satu caranya adalah mengurangi (menghilangkan) penggunaan pupuk pestisida dan menggantikannya dengan pupuk kompos. Disamping dapat mengurangi kerusakan tanah, tanaman yang dirawat dengan penggunaan kompos terbukti lebih bersahabat dengan kesehatan manusia. Ada banyak sumber daya alam yang dapat dijadikan pupuk kompos. Kali ini, pada 11 Juli 2012 Hephata mempraktekkan pembuatan kompos dari olahan eceng gondok. Kegiatan ini dilakukan atas kerjasama dengan alumni Yayasan Soposurung dan mahasiswa serta dosen dari Pendidikan Diakones Balige. Pimpinan biro Pengembangan Masyarakat (Pengmasy) HKBP, Pdt. Reinjustin Gultom menjadi pembina dalam kegiatan ini.

Eceng gondok adalah gulma yang hidup di air dangkal dengan perkembangbiakan yang sangat pesat. Ada beberapa dampak negatif yang akan terjadi bila eceng gondok dibiarkan begitu saja, yakni: menurunkan jumlah cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga menyebabkan penurunan tingkat kelarutan oksigen di dalam air; tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat proses pendangkalan, meningkatkan habitat bagi vektor penyakit pada manusia, menurunkan nilai estetika lingkungan perairan, dsb. Pembuatan kompos dari eceng gondok ini akan sangat bermanfaat bagi pertanian di samping sebagai usaha untuk menghindari dampak negatif sebagaimana diuraikan di atas.

Saat ini Hephata berusaha meningkatkan sektor pertanian, dengan harapan bahwa sektor ini dapat menjadi tempat pembinaan karya kepada klien. Tentu saja setiap klien di Hephata memiliki minat dan kecintaan yang beragam. Dalam hal inilah Hephata bertanggungjawab menolong mereka untuk berkembang di bidang yang masing-masing mereka cintai dan minati. Beberapa di antara mereka memiliki minat terhadap bidang pertanian, yakni Juventus Simatupang dan Anto Silalahi. Merekalah yang dilibatkan dalam pembinaan karya pertanian, termasuk dalam pembelajaran pembuatan kompos dari olahan eceng gondok ini.  Saat ini hasil dari pembelajaran pertama telah dapat digunakan untuk menyuburkan lahan tanah pertanian Hephata. Proses pembuatan kompos dari olahan eceng gondok ini akan menjadi agenda tetap Hephata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar